PAJAK PENGHASILAN
A. SUBJEK
PAJAK
1. Siapa
Subjek Pajak ?
Subjek Pajak terdiri dari Subjek
Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
Subjek Pajak dalam negeri adalah :
- untuk orang pribadi yang
bertempat tinggal di Indonesia;
- untuk orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- untuk orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia;
- untuk warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
- untuk badan yang didirikan
atau bertempat kedudukan di Indonesia;
Subjek Pajak luar negeri adalah :
- untuk orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- untuk orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- untuk badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
- yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
- untuk orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- untuk orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- untuk badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
UU Pajak Penghasilan menganut resident
principle untuk Wajib Pajak dalam negeri dan source principle
untuk Wajib Pajak luar negeri, yang terlihat dari perlakuan pajaknya, yakni
sebagai berikut :
a. Wajib Pajak dalam negeri :
1). dikenakan pajak atas penghasilan
baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan neto
dengan tarif umum;
3). wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
b. Wajib Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT :
pemenuhan kewajiban perpajakannya
dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri,
namun terbatas pada penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
c. Wajib Pajak luar negeri non-BUT :
1). dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan bruto
dengan tarif pajak sepadan;
3). tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.
2. Kapan
bermula dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif ?
Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri :
- dimulai pada saat orang pribadi
tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di
Indonesia;
- berakhir pada saat meninggal
dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
- Wajib Pajak badan dalam negeri
:
- ü dimulai pada saat badan
tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
- ü berakhir pada saat dibubarkan
atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
Warisan yang belum terbagi :
- dimulai pada saat timbulnya
warisan yang belum terbagi tersebut;
- berakhir pada saat warisan
tersebut selesai dibagi.
- Wajib Pajak orang pribadi atau
badan luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
BUT :
- dimulai pada saat orang pribadi
atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT;
- berakhir pada saat tidak lagi
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT.
- Wajib Pajak Orang pribadi atau
badan luar negeri non-BUT :
- ü dimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia;
- ü berakhir pada saat tidak lagi
menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
3. Siapa
yang bukan Subjek Pajak ?
- Badan perwakilan negara asing.
- Pejabat-pejabat perwakilan
diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
- bukan warga negara Indonesia;
dan
- di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya
tersebut; serta
- negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
- Organisasi-organisasi
internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan
syarat :
- Indonesia menjadi anggota
organisasi tersebut; dan
- tidak menjalankan usaha atau
kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
- Pejabat-pejabat perwakilan
organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, dengan syarat :
- bukan warga negara Indonesia;
dan
- tidak menjalankan usaha atau
kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
B. OBJEK
PAJAK
1. Apa
yang menjadi Objek Pajak ?
Objek Pajak adalah penghasilan yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, meliputi antara lain :
- Imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa, seperti : gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
- Hadiah dari undian atau
pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
- Laba usaha.
- Keuntungan karena penjualan
atau karena pengalihan harta, seperti :
- keuntungan karena pengalihan
harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti
saham atau penyertaan modal;
- keuntungan yang diperoleh
perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota;
- keuntungan karena likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
- keuntungan karena pengalihan harta berupa
hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
- Penerimaan kembali pembayaran
pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
- Bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
- Dividen, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
- Royalti.
- Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta.
- Penerimaan atau perolehan
pembayaran berkala.
- Keuntungan karena pembebasan
utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
- Keuntungan karena selisih kurs
mata uang asing.
- Selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva.
- Premi asuransi.
- Iuran yang diterima atau
diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
- Tambahan kekayaan neto yang
berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Pengertian ‘bunga’ termasuk
pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai
nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah
nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan
obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.
Pengertian ‘dividen’ termasuk
pula :
a. Pembagian laba baik secara
langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
b. Pembayaran kembali karena
likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
c. Pemberian saham bonus yang
dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
agio saham;
d. Pembagian laba dalam bentuk
saham;
e. Pencatatan tambahan modal yang
dilakukan tanpa penyetoran;
f. Jumlah yang melebihi jumlah
setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian
kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
g. Pembayaran kembali seluruhnya
atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau
diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari
pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
h. Pembayaran sehubungan dengan
tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba
tersebut;
i. Bagian laba sehubungan dengan
pemilikan obligasi;
j. Bagian laba yang diterima oleh
pemegang polis;
k. Pembagian berupa sisa hasil usaha
kepada anggota koperasi;
l. Pengeluaran perusahaan untuk
keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Pengertian ‘royalti’
adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan :
a. hak atas harta tak berwujud,
misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
b. hak atas harta berwujud, misalnya
hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud
dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap
peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang
digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak
(drilling rig), dan sebagainya;
c. informasi, yaitu informasi yang
belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya
pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi
dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya
tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak
termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan
oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang
keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar
belakang disiplin ilmu yang sama.
2. Apa
yang bukan Objek Pajak ?
- Bantuan sumbangan, termasuk
zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang
berhak.
- Harta hibahan yang diterima
oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
- sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
Warisan.
- Harta termasuk setoran tunai
yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal.
- Penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
- Pembayaran dari perusahaan
asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa.
- Dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam
negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan
laba yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN /
BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
- Iuran yang diterima atau
diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
- Penghasilan dari modal yang
ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
- Bagian laba yang diterima atau
diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
- Bunga obligasi yang diterima
atau diperoleh reksa dana selama lima tahun pertama sejak tanggal
pendirian atau tanggal kontrak.
- Penghasilan yang diterima atau
diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan
usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
- ü merupakan perusahaan kecil,
menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. dan
- sahamnya tidak diperdagangkan
di bursa efek di Indonesia.
3. Apa
yang menjadi Objek Pajak BUT ?
- Penghasilan dari usaha atau
kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai
- Penghasilan kantor pusat dari
usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia
yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di
Indonesia ( force of attraction rule ).
- Penghasilan tersebut dalam
Pasal 26 UU Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan dimaksud ( effective connection rule ).
C.
PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK
1. Apa
yang boleh dikurangkan ?
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak
dalam negeri dan BUT, dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
- Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga,
sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi,
biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
- Penyusutan atas harta berwujud
dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun
- Iuran kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
- Kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang
dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
- Kerugian dari selisih kurs mata
uang asing.
- Biaya penelitian dan
pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
- Biaya bea siswa, magang, dan
pelatihan.
- Piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih, dengan syarat :
1). telah dibebankan sebagai biaya
dalam laporan laba-rugi komersial; dan
2). telah diserahkan perkara
penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal Piutang dan
Lelang Negara (DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan
3). telah dipublikasikan dalam
penerbitan umum atau khusus; dan
4). Wajib Pajak harus menyerahkan
daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP,
yang pelaksanaannya diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- Dalam menentukan besarnya laba
suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang boleh dikurangkan adalah
biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Bagi Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (
PTKP ).
Untuk dapat dikurangkan atau
dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak, biaya atau pengeluaran
tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak
Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh
dikurangkan atau dibebankan. Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan
untuk membeli saham tidak boleh dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang
diterimanya bukan merupakan Objek Pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga
pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.
2. Berapa
besarnya PTKP ?
- Rp 13.200.000,00 untuk diri
Wajib Pajak ybs.
- Rp 1.200.000,00 tambahan untuk Wajib
Pajak yang berstatus kawin.
- Rp 13.200.000,00 tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
- Rp 1.200.000,00 tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah / semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga
orang.
Besarnya
PTKP disesuaikan dari waktu ke waktu dengan Keputusan Menteri Keuangan.
3.
Bagaimana perlakuan pajak bagi wanita yang berstatus kawin dan anak yang belum
dewasa ?
- Penghasilan wanita yang
berstatus kawin digabung dengan penghasilan suaminya, kecuali penghasilan
yang berasal dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan
pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
suaminya.
- Penghasilan suami-isteri
dikenakan pajak secara terpisah dalam hal :
- suami-isteri telah hidup
berpisah;
- dikehendaki oleh suami-isteri
yang bersangkutan berdasarkan perjanjian tertulis.
- Penghasilan anak yang belum
dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya, kecuali penghasilan yang
berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau
pekerjaan bebas orang tuanya.
4. Apa
yang tidak boleh dikurangkan ?
Dalam menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, tidak boleh
dikurangkan :
- Pembagian laba dengan nama dan
dalam bentuk apapun, seperti : dividen, dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
- Biaya atau pengeluaran untuk
kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
- Pembentukan atau pemupukan dana
cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
- Premi asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan.
- Penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura
dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
- Jumlah yang melebihi kewajaran
yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
- Harta yang dihibahkan, bantuan
atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan Objek Pajak, kecuali
zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk
agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
- Pajak Penghasilan.
- Biaya atau pengeluaran pribadi
Wajib Pajak yang bersangkutan atau orang yang menjadi tanggungannya.
- gaji yang dibayarkan kepada
anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham.
- Sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan
dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Dalam menentukan besarnya laba
suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan
adalah :
- royalti atau imbalan lainnya
sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
- imbalan sehubungan dengan jasa
manajemen dan jasa lainnya;
- bunga, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.
5.
Bagaimana perlakuan pajak terhadap kerugian fiskal ?
Dalam hal penghasilan bruto setelah
pengurangan menghasilkan kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan
dengan Penghasilan Kena Pajak mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan lima tahun.
D.
PENILAIAN HARTA DAN PERSEDIAAN BARANG
1.
Bagaimana cara penilaian harga perolehan atau harga jual / pengalihan harta dan
cara penilaian persediaan barang ?
- Harga perolehan atau harga
penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi
hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau
diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima.
- Nilai perolehan atau nilai
penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
- Nilai perolehan atau pengalihan
harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
- Dasar penilaian harta yang
dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah :
- ü yang memenuhi syarat sebagai
bukan Objek Pajak bagi yang menerima pengalihan, sama dengan nilai sisa
buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak;
- ü yang tidak memenuhi syarat
sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima pengalihan, sama dengan nilai
pasar dari harta tersebut.
- Dasar penilaian harta yang
dialihkan dalam rangka penyetoran modal ( inbreng ) bagi badan yang
menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
- Persediaan dan pemakaian
persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga
perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan
persediaan yang diperoleh pertama ( FIFO ).
E.
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP PERUSAHAAN
1.
Apa dan bagaimana ketentuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk
tujuan perpajakan ?
- Menteri Keuangan berwenang
untuk menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor
penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya
dengan penghasilan karena perkembangan harga.
F.
PENYUSUTAN DAN AMORTISASI (250304 )
1.
Bagaimana cara penyusutan harta berwujud
- Penyusutan atas pengeluaran
harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan,
hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dengan metode
garis lurus ( straight-line method ) dan atau metode saldo menurun
( declining balance method ) secara taat azas.
- Khusus bangunan hanya dapat
disusutkan dengan metode garis lurus.
- Penyusutan untuk pertama kali
dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan
harta tersebut.
- Dengan persetujuan Direktur
Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada
bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
- Dasar penyusutan atas harta
yang telah dilakukan penilaian kembali ( revaluasi ) adalah nilai setelah
dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
- Menteri Keuangan menetapkan
jenis-jenis harta yang termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud dan
ketentuan khusus mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan
digunakan dalam usaha tertentu.
- Apabila terjadi pengalihan atau
penarikan harta, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan
sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang
diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun
terjadinya penarikan harta atau pada tahun terjadinya penggantian asuransi
atas persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
- Apabila terjadi pengalihan
harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah yang memenuhi syarat
sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut
tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
2.
Bagaimana cara amortisasi harta tak berwujud ?
- Amortisasi atas pengeluaran
harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak
guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dengan metode
garis lurus ( straight-line method ) dan atau metode saldo menurun
( declining balance method ) secara taat azas.
- Pengeluaran untuk biaya
pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun
terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan table masa manfaat
dan tarif amortisasi.
- Amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain di bidang penambangan minyak dan
gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
- Pengeluaran sebelum operasi
komersial dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan table masa manfaat
dan tarif amortisasi.
- Apabila terjadi pengalihan
harta tak berwujud atau hak-hak lainnya, maka nilai sisa buku harta atau
hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima
sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan
tersebut.
- Apabila terjadi pengalihan
harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah berupa harta tak berwujud
yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa
buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak
yang mengalihkan.
G. NORMA
PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (250304 ) 1. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto ?
- Norma Penghitungan Penghasilan
Neto adalah persentase tertentu dari peredaran atau penghasilan bruto
usaha atau pekerjaan bebas yang merupakan standar umum besarnya
penghasilan neto yang dianggap normal atau wajar, yang dibuat dan
disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
2. Siapa yang dapat menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto ?
- Wajib Pajak dalam negeri orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, yang peredaran
atau penghasilan brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 600.000.000,00.
Besarnya batasan peredaran bruto dapat diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
- Wajib Pajak yang bersangkutan
wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
- Wajib Pajak yang bersangkutan
wajib menyelenggarakan pencatatan sebagai pengganti tidak menyelenggarakan
kewajiban pembukuan.
- Apabila Wajib Pajak tidak
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak, maka dianggap memilih
menyelenggarakan kewajiban pembukuan.
- Apabila ternyata Wajib Pajak
tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau
pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau
bukti-bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
3. Apa
yang dimaksud dengan Norma Penghitungan Khusus ?
- Norma Penghitungan Khusus
adalah persentase tertentu dari peredaran atau penghasilan bruto usaha
untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak
dapat dihitung berdasarkan ketentuan umum penghitungan Penghasilan Kena
Pajak. Norma Penghitungan Khusus Wajib Pajak tertentu ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
4. Wajib
Pajak tertentu mana saja yang dikenakan pajak dengan Norma
Penghitungan Khusus ?
- Perusahaan pelayaran dan
penerbangan internasional.
- Perusahaan asuransi luar
negeri.
- Perusahaan pengeboran minyak,
gas dan panas bumi.
- Perusahaan dagang asing.
- Perusahaan yang melakukan
investasi dengan pola ‘bangun-guna-serah’ ( build-operate-transfer
).
- Wajib Pajak tertentu lainnya.
H.
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
Pemotongan
PPh Pasal 21
1. Apa
objek pemotongan pajak ?
- Penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2.
Siapa yang dikenakan pemotongan pajak ?
- Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri.
3. Apa dan
siapa yang tidak dikenakan pemotongan pajak ?
Penghasilan yang diterima oleh :
- Pejabat Negara, berupa gaji
kehormatan dan tunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya;
- Pegawai Negeri Sipil dan
Anggota TNI / POLRI, berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang
sifatnya tetap dan terkait dengan gaji;
- Pensiunan termasuk janda atau
duda dan atau anak-anaknya, berupa uang pension dan tunjangan-tunjangan
lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun,
yang dibebankan kepada Keuangan
Negara atau Keuangan Daerah, PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah.
- Penghasilan berupa honorarium
dan imbalan lain dengan nama apapun selain gaji, tunjangan, dan uang
pensiun, yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, yang
diterima oleh Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d ke bawah dan Anggota TNI
/ POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.
- Penghasilan yang diterima oleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan
pension yang dibayar oleh dana pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau
Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara
Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sampai
dengan sejumlah Rp.25.000.000,00.
- Penghasilan berupa gaji, upah,
serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diberikan dalam bentuk uang
sampai dengan sejumlah Rp.1.000.000,00 sebulan, yang diterima oleh pekerja
yang bekerja sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap pada satu
pemberi kerja dengan gaji, upah, serta imbalan lainnya dalam bentuk uang
tidak melebihi Rp.2.000.000,00 sebulan, PPh Pasal 21 ditanggung oleh
Pemerintah .
4.
Siapa pemotong pajak ?
- Pemberi kerja yang membayar
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai.
- bendaharawan pemerintah yang
membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain,
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
- dana pensiun atau badan lain
yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam
rangka pensiun.
- Badan yang membayar honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
- penyelenggara kegiatan yang
melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
5.
Siapa bukan pemotong pajak ?
- Badan perwakilan negara asing
dan organisasi-organisasi internasional.
6. Berapa
besarnya tarif pemotongan pajak ?
- Pada umumnya berlaku tarif
umum, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.
7.
Penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final dan
berapa tarifnya ?
- Penghasilan berupa honorarium
dan imbalan lain yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan
Daerah, yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil ( kecuali
Golongan II/d ke bawah ), Anggota TNI / POLRI ( kecuali berpangkat
Pembantu Letnan Satu ke bawah ) dan pensiunan, dikenakan tarif sebesar
15%.
- Penghasilan berupa hadiah
undian, dikenakan tarif sebesar 25%.
- Penghasilan yang diterima oleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan
pensiun yang dibayar oleh dana pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau
Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara
Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dikenakan
tarif progresif sebesar 5% sampai dengan 25%.
Pemungutan
PPh Pasal 22
1. Apa
objek pemungutan pajak ?
- Pembelian barang oleh
Pemerintah.
- Impor barang.
- Pembelian / penjualan barang di
bidang usaha tertentu.
2.
Siapa yang dikenakan pemungutan pajak ?
- Pemasok barang kepada
Pemerintah.
- Importir / pengimpor barang.
- Pemasok / pembeli barang dari
badan-badan tertentu.
3. Apa
yang tidak dikenakan pemungutan pajak ?
- Impor dan atau penyerahan
barang yang berdasarkan UU Pajak Penghasilan tidak terutang pajak.
- Impor barang yang dibebaskan
dari Bea Masuk dan atau PPN ( 18 jenis ).
- Impor barang sementara yang
nyata-nyata akan diekspor kembali.
- Pembayaran yang berjumlah tidak
lebih dari Rp.1.000.000,00.
- Pembayaran untuk pembelian BBM,
listrik, gas, air minum / PDAM, dan benda pos.
- Emas batangan untuk diproses
menjadi perhiasan dan ditujukan untuk ekspor.
- Pembayaran dana Jaring Pengaman
Sosial ( JJS ) oleh KPKN.
- Impor kembali barang yang sama
yang sebelumnya telah diekspor dan barang yang telah diekspor untuk tujuan
perbaikan, pengerjaan dan pengujian.
- Pembayaran untuk pembelian
gabah dan atau beras oleh Perum BULOG.
4. Siapa
pemungut pajak ?
- Bank devisa dan DJBC, atas
impor barang.
- DJA, Bendaharawan Pemerintah
Pusat / Daerah, atas pembelian barang.
- BUMN / BUMD, atas pembelian
barang dengan dana APBN / APBD.
- Bank Indonesia, Perum BULOG,
PT. TELKOM, PT.PLN, PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel,
PT. PERTAMINA, dan bank-bank BUMN, atas pembelian barang dengan dana baik
dari APBN / APBD maupun dari non-APBN / APBD.
- Badan usaha industri semen,
rokok, kertas, baja ( hulu ), dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP,
atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.
- PT. PERTAMINA dan badan usaha
lainnya di bidang industri produk bahan bakar migas ( premix / pertamax,
super TT / pertamax plus, dan gas ), atas penjualan hasil produksinya.
- Industri dan eksportir di sektor
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul untuk keperluan diolah / diekspor.
5.
Berapa besarnya tarif pemungutan pajak ?
Atas impor barang :
- Yang menggunakan API, sebesar
2,5% dari nilai impor;
- Yang tidak menggunakan API,
sebesar 7,5% dari nilai impor;
- Yang tidak dikuasai, sebesar
7,5% dari harga jual lelang.
Penjelasan :
Nilai impor adalah nilai yang
menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost, Insurance and Freight ( CIF )
ditambah Bea Masuk dan pungutan impor lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan pabean.
- Atas pembelian barang oleh
Pemerintah dan BUMN / BUMD, sebesar 1,5% dari harga pembelian.
- Atas penjualan hasil produksi
tertentu :
- Atas penjualan hasil produksi
PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang BBM :
- Atas pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul untuk keperluan diolah / diekspor, sebesar 1,5% dari
harga pembelian.
Pemotongan
PPh Pasal 23
1. Apa
objek pemotongan pajak ?
- Dividen.
- Bunga.
- Royalti.
- Hadiah dan penghargaan, selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21.
- bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi.
- sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
- imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
2.
Siapa yang dikenakan pemotongan pajak ?
Wajib Pajak dalam negeri dan BUT.
3. Apa dan
siapa yang tidak dikenakan pemotongan pajak ?
- Penghasilan yang dibayar atau
terutang kepada bank.
- Sewa yang dibayarkan atau
terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
- Dividen. ( inter-corporate
dividend ) yang diterima oleh PT, BUMN / BUMD, dan koperasi yang
memenuhi persyaratan tertentu
- Bunga obligasi yang diterima
reksa dana selama lima tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal
kontrak.
- Bagian laba yang diterima
anggota CV yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi.
- Sisa hasil usaha koperasi yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
- Bunga simpanan yang tidak
melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
4.
Siapa pemotong pajak ?
- Badan Pemerintah, Subjek Pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.
- Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
sebagai pihak yang wajib membayarkan
penghasilan.
5. Berapa
besarnya tarif pemotongan pajak ?
- Sebesar 15% dari jumlah bruto,
atas dividen, bunga, royalti, serta hadiah dan penghargaan.
- Sebesar 15% dari jumlah bruto
dan bersifat final, atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
- Sebesar 15% dari perkiraan
penghasilan neto, atas :
- ü sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
- ü imbalan sehubungan dengan
jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa
lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
I. KREDIT
PAJAK LUAR NEGERI ( PPH PASAL 24 )
1.
Bagaimana ketentuan pengkreditan Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri ?
- Pajak Penghasilan yang dibayar
atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dapat dikreditkan dengan
pajak yang terutang berdasarkan UU Pajak Penghasilan dalam tahun pajak
yang sama.
- Besarnya kredit pajak yang
dapat diperhitungkan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang berdasarkan UU Pajak Penghasilan ( ordinary tax credit per
country basis ).
- Sumber penghasilan ( source
of income ) :
Untuk keperluan pengkreditan Pajak
Penghasilan luar negeri, sumber penghasilan ditentukan
sebagai berikut :
- Penghasilan dari saham dan
sekuritas lainnya, adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut bertempat kedudukan;
- Penghasilan berupa bunga,
royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak, adalah negara
tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa
tersebut bertempat kedudukan atau berada;
- Penghasilan berupa sewa
sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak, adalah negara tempat harta
tersebut terletak;
- Penghasilan berupa imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, adalah negara tempat
pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan
atau berada;
- Penghasilan BUT, adalah negara
tempat BUT tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
- Penentuan sumber penghasilan
lainnya menggunakan prinsip yang sama.
J.
PEMBAYARAN SENDIRI ANGSURAN BULANAN DALAM TAHUN BERJALAN ( PPH PASAL 25 )
1.
Bagaimana ketentuan pembayaran angsuran bulanan oleh Wajib Pajak sendiri ?
- Besarnya angsuran bulanan dalam
tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan teratur menurut
SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan
kredit pajak PPh Pasal 21 ( khusus bagi WP orang pribadi ), PPh Pasal 22,
PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 24 atas penghasilan teratur tahun pajak yang
lalu tersebut, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
- Khusus besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar untuk bulan-bulan ( dua bulan pertama ) sebelum batas
waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan, ditetapkan sama dengan
besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
- Apabila dalam tahun pajak
berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu,
maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan
pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan
surat ketetapan pajak.
Dalam hal-hal tertentu, yaitu :
- Wajib Pajak berhak atas
kompensasi kerugian;
- Wajib Pajak memperoleh
penghasilan tidak teratur;
- SPT Tahunan Pajak Penghasilan
tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
- Wajib Pajak diberikan
perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
- Wajib Pajak membetulkan sendiri
SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih
besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
- terjadi perubahan keadaan usaha
atau kegiatan Wajib Pajak,
cara penghitungan besarnya angsuran
bulanan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Khusus bagi Wajib Pajak baru,
bank, BUMN / BUMD, dan Wajib Pajak tertentu lainnya termasuk Wajib Pajak
orang pribadi pengusaha tertentu, cara penghitungan besarnya angsuran
bulanan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
- Bagi Wajib Pajak orang pribadi
yang bertolak ke luar negeri, wajib membayar pajak ( Fiskal Luar Negeri )
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Bagi Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu, angsuran bulanan merupakan pelunasan pajak yang
terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan ( menjadi bersifat final pada
akhir tahun ), kecuali apabila Wajib Pajak yang bersangkutan menerima atau
memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan PPh final.
K.
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PADA AKHIR TAHUN BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DAN
BUT
1.
Bagaimana ketentuan penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir
tahun ?
- Pajak Penghasilan yang terutang
pada akhir tahun dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak dikalikan
tarif umum, dikurangi dengan kredit pajak dan angsuran bulanan yang telah
dibayar atau telah ditetapkan untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa
:
- PPh Pasal 21 ( khusus WP orang
pribadi );
- PPh Pasal 22;
- PPh Pasal 23;
- PPh Pasal 24 ( kredit Pajak LN
);
- PPh Pasal 25;
- PPh Pasal 26 ayat (5), yaitu
PPh final yang berubah sifat menjadi kredit pajak karena perubahan status
Subjek Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri.
- Apabila pajak yang terutang
pada akhir tahun pajak lebih kecil dari kredit Pajak dan angsuran bulanan,
maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah dilakukan
pemeriksaan.
- Apabila pajak yang terutang
pada akhir tahun pajak lebih besar dari kredit pajakdan angsuran bulanan,
maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya
tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan
disampaikan.
L.
PENGHASILAN TERTENTU YANG DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI ( PASAL 4 AYAT 2 )
1
Bagaimana ketentuan pengenaan pajak atas penghasilan tertentu yang diatur
tersendiri ?
Pengenaan pajak atas penghasilan
tertentu tidak didasarkan atas ketentuan umum penghitungan Penghasilan Kena
Pajak maupun penerapan Norma Penghitungan, melainkan berdasarkan penerapan
tarif efektif atas peredaran atau penghasilan bruto atau dasar pengenaan
pajak lainnya ( presumptive tax ) yang diatur tersendiri dengan
Peraturan Pemerintah.
2
Penghasilan tertentu apa saja yang pengenaan pajaknya diatur tersendiri dan
berapa tarifnya ?
- Bunga deposito dan tabungan
lainnya serta diskonto SBI. Tarif sebesar 20% dari jumlah bruto dan
bersifat final.
- Penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya di bursa efek. Tarif sebesar 0,1% dari harga
jual yang bersifat final, dan tambahan pembayaran pajak untuk saham
pendiri sebesar 0,5% dari harga saham perdana yang bersifat final atau
dapat memilih perlakuan berdasarkan ketentuan UU Pajak Penghasilan.
- Penghasilan dari pengalihan
harta berupa tanah dan atau bangunan. Tarif sebesar 5% dari harga jual dan
bersifat final bagi Wajib Pajak orang pribadi, tidak bersifat final bagi
Wajib Pajak badan.
- Penghasilan dari persewaan
harta berupa tanah dan bangunan. Tarif sebesar 10% dari jumlah bruto dan
bersifat final.
M.
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI NON-BUT ( PPh PASAL
26 )
1. Apa objek
pemotongan pajak ?
- dividen;
- bunga, termasuk premium, diskonto,
premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
- royalti, sewa, dan penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta;
- imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
- hadiah dan penghargaan;
- pensiun dan pembayaran berkala
lainnya.
- Penghasilan dari penjualan
harta di Indonesia.
- Premi asuransi yang dibayarkan
kepada perusahaan asuransi luar negeri.
- Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia ( branch
profit tax ), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
2.
Siapa pemotong pajak ?
Badan pemerintah, Subjek Pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya.
3.
Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ?
20 % atau sesuai ketentuan / tarif
khusus P3B ( tax treaty ) yang berlaku, dari jumlah bruto yang terutang
atau dibayarkan, kecuali untuk penghasilan dari penjualan harta dan premi
asuransi dihitung dari perkiraan penghasilan neto.
4.
Bagaimana sifat pemotongan pajak ?
Pemotongan pajak bersifat final,
kecuali:
- pemotongan atas penghasilan
kantor pusat yang menjadi penghasilan BUT di Indonesia;
- pemotongan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak luar negeri yang berubah status
menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau BUT.
Penjelasan :
Perlu diperhatikan bahwa dalam
penerapan ketentuan PPh Pasal 26 ini, ketentuan yang diatur dalam P3B yang
berlaku mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain, ketentuan
PPh Pasal 26 berlaku sepanjang menurut P3B yang berlaku hak pemajakannya ada
pada pihak Indonesia sebagai negara sumber ( source country ).
N.
KETENTUAN KHUSUS ANTI PENGHINDARAN PAJAK ( ANTI AVOIDANCE RULES )
1.
Apa saja ketentuan khusus anti penghindaran pajak ?
- Menteri Keuangan berwenang
untuk menetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan (
debt to equity ratio / DER rule ).
- Menteri Keuangan berwenang
untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri
dari penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha
yang menjual sahamnya di bursa efek ( controlled foreign corporation /
CFC rule ).
- Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan ( transfer
pricing rule ) serta menentukan utang sebagai modal ( hybrid loan
recharacterization rule ) untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak
lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi
oleh hubungan istimewa.
- Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak ( advance pricing
agreement / APA ) dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara
lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa.
0 komentar:
Posting Komentar