PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 136/PMK.03/2011 TANGGAL 19 AGUSTUS 2011
TENTANG
PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan
Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha
Berbasis Syariah disebutkan Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang meliputi antar
lain perbankan syariah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah
nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengenaan Pajak Penghasilan
untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4893);
2. Peraturan Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak
Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4988);
3. Keputusan
Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGENAAN PAJAK
PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang nomor 7
TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008.
2. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
3. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada
Bank Syariah dan/atau unit usaha syariah berdasarkan akad wadi’ah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah dalam bentuk giro,
tabungan, deposito atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
4. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
5. Nasabah Investor adalah nasabah yang menempatkan dananya di
bank syariah dan/ atau unit usaha syariah dalam bentuk investasi berdasarkan
akad antara bank syariah atau unit usaha syariah dan nasabah yang bersangkutan.
6. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di
bank syariah dan/atau unit usaha syariah dalam bentuk Simpanan berdasarkan akad
antara bank syariah atau unit usaha syariah dan nasabah yang bersangkutan.
7. Nasabah Penerima Fasilitas adalah nasabah yang memperoleh
fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah.
Pasal 2
Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan
pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha Perbankan Syariah berlaku
mutatis mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 3
(1) Penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah, termasuk
bonus, bagi hasil, margin keuntungan, dan imbalan lainnya merupakan objek Pajak
Penghasilan.
(2) Bonus, bagi hasil, dan margin keuntungan yang diterima atau
diperoleh Perbankan Syariah dari kegiatan/transaksi Nasabah Penerima Fasilitas
merupakan objek Pajak Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai
ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
(3) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah
selain dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Nasabah Penerima
Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai Pajak Penghasilan sesuai
dengan ketentuan yang mengatur mengenai transaksi antara Perbankan Syariah
dengan Nasabah Penerima Fasilitas.
Pasal 4
(1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Nasabah Penyimpan
atau Nasabah Investor dari Perbankan Syariah dengan nama dan dalam bentuk
apapun termasuk bonus, bagi hasil, dan penghasilan lainnya atas:
a. dana yang dipercayakan atau ditempatkan; dan
b. dana yang ditempatkan di luar negeri melalui Bank Syariah
atau unit usaha syariah yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
atau cabang Bank Syariah luar negeri yang berkedudukan di Indonesia,
dikenai Pajak Penghasilan sesuai
ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
(2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Nasabah Penyimpan
atau Nasabah Investor dari Perbankan Syariah dengan nama dan dalam bentuk
apapun selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai pajak
penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
Pasal 5
(1) Perbankan Syariah dapat membebankan biaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dengan syarat sesuai dengan:
a. ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Pajak
Penghasilan, termasuk bonus, bagi hasil, dan imbalan lainnya yang dibayarkan
atau terutang oleh Perbankan Syariah kepada Nasabah Penyimpan dan Nasabah
Investor kecuali biaya penyusutan dalam rangka pembiayaan dengan akad Ijarah
Muntahiyah Bittamlik; dan
b. jumlah yang diperjanjikan dalam akad berdasarkan Prinsip
Syariah.
(2) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
memperhatikan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 6
Dalam hal terdapat transaksi pengalihan harta atau
sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi Prinsip Syariah yang mendasari
kegiatan pembiayaan oleh Perbankan Syariah berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Transaksi pengalihan harta dari pihak ketiga yang dilakukan
semata-mata untuk memenuhi Prinsip Syariah tidak termasuk dalam pengertian
pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada
huruf a maka pengalihan harta tersebut dianggap pengalihan harta langsung dari
pihak ketiga kepada Nasabah Penerima Fasilitas, yang dikenai Pajak Penghasilan
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pasal 7
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 19 Agustus 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 509
0 komentar:
Posting Komentar