PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 79 TAHUN 2010 TANGGAL 20 DESEMBER 2010
TENTANG
BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI
BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha hulu
dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama;
b. bahwa dalam pelaksanaan kontrak kerja sama sebagaimana
dimaksud pada huruf a, modal yang ditanggung oleh badan usaha atau bentuk usaha
tetap merupakan biaya operasi yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah Republik
Indonesia pada saat kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi menghasilkan
produksi komersial;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 D Undang-Undang
nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu
menetapkan peraturan pemerintah tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan
dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT
DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN
GAS BUMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1. Minyak bumi, gas bumi, minyak dan gas bumi, eksplorasi,
eksploitasi, kontrak kerja sama, Badan Pelaksana, wilayah kerja, wilayah hukum
pertambangan Indonesia, dan kegiatan usaha hulu adalah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
2. Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang
ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja
berdasarkan kontrak kerja sama dengan Badan Pelaksana.
3. Operator adalah kontraktor atau dalam hal kontraktor terdiri
atas beberapa pemegang participating interest, salah satu pemegang
participating interest yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang participating
interest lainnya sesuai dengan kontrak kerja sama.
4. Operasi perminyakan adalah kegiatan yang meliputi
eksplorasi, eksploitasi, pengangkutan, penutupan dan peninggalan sumur (plug
and abandonment) serta pemulihan bekas penambangan (site restoration) minyak
dan gas bumi.
5. Lifting adalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas bumi yang
dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point).
6. First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP
adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari
suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima
oleh Badan Pelaksana dan/atau kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum
dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).
7. Investment Credit yang selanjutnya disebut insentif
investasi adalah tambahan pengembalian biaya modal dalam jumlah tertentu, yang
berkaitan langsung dengan fasilitas produksi, yang diberikan sebagai insentif
untuk pengembangan lapangan minyak dan/atau gas bumi tertentu.
8. Equity to be Split adalah hasil produksi yang tersedia untuk
dibagi (lifting) antara Badan Pelaksana dan kontraktor setelah dikurangi FTP,
insentif investasi (jika ada), dan pengembalian biaya operasi.
9. Biaya bukan modal (non capital cost) adalah biaya yang
dikeluarkan pada kegiatan operasi tahun berjalan yang mempunyai masa manfaat
kurang dari 1 (satu) tahun, termasuk survei dan intangible drilling cost.
10. Biaya modal (capital cost) adalah pengeluaran yang dilakukan
untuk peralatan atau barang yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun yang pembebanannya pada tahun berjalan melalui penyusutan.
11. Rencana kerja dan anggaran adalah suatu perencanaan kegiatan
dan pengeluaran anggaran tahunan oleh kontraktor untuk kegiatan usaha hulu
minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja.
12. Kontrak bagi hasil adalah suatu bentuk kontrak kerja sama
dalam kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
13. Kontrak jasa adalah suatu bentuk kontrak kerja sama untuk
pelaksanaan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pemberian
imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan.
14. Participating Interest adalah hak dan kewajiban sebagai
kontraktor kontrak kerja sama, baik secara langsung maupun tidak langsung pada
suatu wilayah kerja.
15. Uplift adalah imbalan yang diterima oleh kontraktor
sehubungan dengan penyediaan dana talangan untuk pembiayaan operasi kontrak
bagi hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi kontraktor lain,
yang ada dalam satu kontrak kerja sama, dalam pembiayaan.
16. Domestic Market Obligation yang selanjutnya disingkat DMO
adalah kewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa minyak dan/atau gas bumi
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
17. Imbalan DMO adalah imbalan yang dibayarkan oleh Pemerintah
kepada kontraktor atas penyerahan minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh Menteri
yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas
bumi.
18. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Pasal 2
Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
berlaku untuk kontrak bagi hasil dan kontrak jasa di bidang usaha hulu minyak
dan gas bumi.
Pasal 3
(1) Kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menanggung
risiko operasi dalam rangka pelaksanaan operasi perminyakan berdasarkan kontrak
kerja sama pada suatu wilayah kerja.
(2) Pelaksanaan operasi perminyakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilakukan berdasarkan prinsip efektif dan efisien, prinsip
kewajaran, serta kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik.
Pasal 4
(1) Seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor
dalam rangka operasi perminyakan menjadi barang milik negara yang pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana.
(2) Atas barang dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam rangka pengembalian biaya operasi tidak dapat dilakukan penilaian
kembali.
Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan operasi perminyakan, kontraktor wajib
menyusun rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan
keteknikan yang baik serta prinsip kewajaran.
(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. pengeluaran
rutin; dan
b. pengeluaran
proyek.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib mendapat persetujuan Kepala Badan Pelaksana.
(4) Persetujuan Kepala Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) merupakan dasar bagi kontraktor untuk melaksanakan operasi
perminyakan.
Pasal 6
Terhadap pengeluaran proyek sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf b, sebelum dilaksanakan wajib mendapatkan persetujuan
atorisasi pembelanjaan finansial dari Kepala Badan Pelaksana.
Pasal 7
(1) Kontraktor mendapatkan kembali biaya operasi sesuai dengan
rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui oleh Kepala Badan Pelaksana,
setelah wilayah kerja menghasilkan produksi komersial.
(2) Produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
statusnya ditetapkan melalui Persetujuan Menteri atas rencana pengembangan
lapangan yang pertama kali akan diproduksikan.
(3) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak menghasilkan produksi komersial, terhadap seluruh biaya operasi yang
telah dikeluarkan menjadi risiko dan beban kontraktor sepenuhnya.
Pasal 8
(1) Menteri menetapkan besaran minimum bagian negara dari suatu
wilayah kerja yang dikaitkan dengan lifting dalam persetujuan rencana
pengembangan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(2) Penetapan besaran minimum bagian negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB II
PENGHASILAN BRUTO
DAN PENGURANG PENGHASILAN KONTRAKTOR
Bagian Kesatu
Penghasilan Bruto Kontraktor
Pasal 9
(1) Penghasilan
bruto kontraktor terdiri atas:
a. penghasilan
dalam rangka kontrak bagi hasil; atau
b. penghasilan
dalam rangka kontrak jasa; dan
c. penghasilan
lain di luar kontrak kerja sama.
(2) Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka
kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung
berdasarkan nilai realisasi minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor dari
equity share dan FTP share ditambah minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari
pengembalian biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas bumi tambahan yang
berasal dari pemberian insentif atau karena hal lain dikurangi nilai realisasi
penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi ditambah Imbalan DMO ditambah varian
harga atas lifling.
(3) Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka
kontrak jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan
imbalan yang diterima dari Pemerintah ditambah nilai realisasi penjualan atas
minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi.
(4) Penghasilan lain di luar kontrak kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. uplift
atau imbalan lain yang sejenis; dan/atau
b. penghasilan
yang berasal dari pengalihan participating interest.
Pasal 10
(1) Untuk
menjamin adanya penerimaan negara, Menteri menetapkan besaran dan pembagian
FTP.
(2) Untuk mendorong pengembangan wilayah kerja, Menteri dapat
menetapkan bentuk dan besaran insentif investasi.
Bagian Kedua
Biaya Operasi
Pasal 11
(1) Biaya
operasi terdiri atas:
a. biaya
eksplorasi;
b. biaya
eksploitasi; dan
c. biaya
lain.
(2) Biaya
eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. biaya
pengeboran terdiri atas:
1. biaya pengeboran eksplorasi; dan
2. biaya pengeboran pengembangan;
b. biaya
geologis dan geofisika terdiri atas:
1. biaya penelitian geologis; dan
2. biaya penelitian geofisika;
c. biaya
umum dan administrasi pada kegiatan eksplorasi; dan
d. biaya
penyusutan.
(3) Biaya
eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. biaya
langsung produksi untuk:
1. minyak bumi; dan
2. gas bumi.
b. biaya
pemrosesan gas bumi;
c. biaya
utility terdiri atas:
1. biaya perangkat produksi dan pemeliharaan peralatan; dan
2. biaya uap, air, dan listrik;
d. biaya
umum dan administrasi pada kegiatan eksploitasi; dan
e. biaya
penyusutan.
(4) Biaya umum dan administrasi untuk kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf d
terdiri atas:
a. biaya
administrasi dan keuangan;
b. biaya
pegawai;
c. biaya
jasa material;
d. biaya
transportasi;
e. biaya
umum kantor; dan
f. pajak
tidak langsung, pajak daerah, dan retribusi daerah.
(5) Biaya
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. biaya
untuk memindahkan gas dari titik produksi ke titik penyerahan; dan
b. biaya
kegiatan pasca operasi kegiatan usaha hulu.
Pasal 12
(1) Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi
hasil dan pajak penghasilan harus memenuhi persyaratan:
a. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait
langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di wilayah kerja kontraktor yang
bersangkutan di Indonesia;
b. menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
c. pelaksanaan operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktek
bisnis dan keteknikan yang baik;
d. kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan rencana kerja dan
anggaran yang telah mendapatkan persetujuan Kepala Badan Pelaksana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(2) Biaya yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan operasi
perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib memenuhi syarat:
a. untuk biaya penyusutan hanya atas barang dan peralatan yang
digunakan untuk operasi perminyakan yang menjadi milik negara;
b. untuk biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek
di Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk kegiatan yang:
1. tidak
dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri;
2. tidak
dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia; dan
3. tidak
rutin;
c. untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada
karyawan/pekerja dalam bentuk natural kenikmatan dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
d. untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama Pemerintah
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
e. untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan
lingkungan yang dikeluarkan hanya pada masa eksplorasi;
f. untuk pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat
dengan syarat:
1. digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia;
2. kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi kantor
pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya; dan
3. besarannya tidak melampaui batasan yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan Menteri.
(3) Batasan maksimum biaya yang berkaitan dengan remunerasi
tenaga kerja asing ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah
mendapatkan pertimbangan dari Menteri.
Pasal 13
Jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan
dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan meliputi:
a. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang participating
interest, dan pemegang saham;
b. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya
penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama Badan
Pelaksana dan kontraktor dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang
berada di Indonesia;
c. harta yang dihibahkan;
d. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta
sanksi pidana berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda yang timbul
akibat kesalahan kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan;
e. biaya penyusutan atas barang dan peralatan yang digunakan
yang bukan milik negara;
f. insentif, pembayaran iuran pensiun, dan premi asuransi
untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus,
dan pemegang saham;
g. biaya tenaga kerja asing yang tidak memenuhi prosedur
rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) atau tidak memiliki izin kerja
tenaga asing (IKTA);
h. biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan
operasi perminyakan dalam rangka kontrak kerja sama;
i. biaya konsultan pajak;
j. biaya pemasaran minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor,
kecuali biaya pemasaran gas bumi yang telah disetujui Kepala Badan Pelaksana;
k. biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan
dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan daftar nominatif penerima manfaat
dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) penerima manfaat;
l. biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat pada
masa eksploitasi;
m. biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing;
n. biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengalihan
participating interest;
o. biaya bunga atas pinjaman;
p. pajak penghasilan karyawan yang ditanggung kontraktor maupun
dibayarkan sebagai tunjangan pajak dan pajak penghasilan yang wajib dipotong
atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga yang ditanggung kontraktor atau
di-gross up;
q. pengadaan barang dan jasa serta kegiatan lainnya yang tidak
sesuai dengan prinsip kewajaran dan kaidah keteknikan yang baik, atau yang
melampaui nilai persetujuan otorisasi pengeluaran di atas 10% (sepuluh persen)
dari nilai otorisasi pengeluaran;
r. surplus material yang berlebihan akibat kesalahan
perencanaan dan pembelian;
s. nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan
yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian kontraktor;
t. transaksi
yang:
1. merugikan negara;
2. tidak melalui proses tender sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan kecuali dalam hal tertentu; atau
3. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
u. bonus
yang dibayarkan kepada Pemerintah;
v. biaya
yang terjadi sebelum penandatanganan kontrak;
w. insentif
interest recovery; dan
x. biaya
audit komersial.
Pasal 14
Dalam hal terdapat penghasilan tambahan yang diperoleh
dalam rangka pelaksanaan operasi perminyakan dalam bentuk hasil penjualan produk
sampingan atau bentuk lainnya diperlakukan sebagai pengurang biaya operasi.
Pasal 15
(1) Barang yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)
tahun dibebankan sebagai biaya operasi pada saat barang digunakan.
(2) Pembebanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan barang yang diperoleh pertama.
Pasal 16
(1) Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian yang menurun
selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas
nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan
sekaligus.
(2) Penyusutan dimulai pada bulan harta tersebut digunakan
(placed into service).
(3) Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai kelompok, tarif, dan
masa manfaat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) Dalam hal harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat digunakan lagi akibat kerusakan karena faktor alamiah atau keadaan
kahar, jumlah nilai sisa buku harta berwujud tetap disusutkan sesuai dengan
sisa masa manfaatnya.
Pasal 17
(1) Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemulihan tambang yang
dibebankan untuk 1 (satu) tahun pajak, dihitung berdasarkan estimasi biaya
penutupan dan pemulihan tambang berdasarkan masa manfaat ekonomis.
(2) Cadangan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disimpan dalam rekening bersama antara Badan Pelaksana dan kontraktor di bank
umum Pemerintah Indonesia di Indonesia.
(3) Dalam hal total realisasi biaya penutupan dan pemulihan
tambang lebih kecil atau lebih besar dari jumlah yang dicadangkan, selisihnya
menjadi pengurang atau penambah biaya operasi yang dapat dikembalikan dari
masing-masing wilayah kerja atau lapangan yang bersangkutan, setelah mendapat
persetujuan Kepala Badan Pelaksana.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penggunaan dana cadangan biaya
penutupan dan pemulihan tambang diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 18
(1) Kontraktor dapat membebankan iuran pesangon bagi pegawai
tetap yang dibayarkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja yang
ditetapkan Menteri Keuangan.
(2) Tata cara pengelolaan iuran pesangon dan besarnya pesangon
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 19
(1) Seluruh biaya kerja, pembebanannya ditangguhkan sampai dengan
adanya lapangan yang berproduksi secara komersial di wilayah kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(2) Untuk pengamanan penerimaan negara, selain penangguhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengambil kebijakan terkait
pengembangan lapangan.
Pasal 20
(1) Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 yang dapat
dikembalikan dalam 1 (satu) tahun kalender terdiri atas:
a. biaya
bukan modal tahun berjalan;
b. penyusutan
biaya modal tahun berjalan; dan
c. biaya
operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya.
(2) Jumlah maksimum biaya operasi yang dapat dikembalikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kontrak jasa ditentukan sebesar
imbalan yang diberikan oleh Pemerintah.
(3) Biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang belum dapat diperhitungkan dalam 1 (satu) tahun kalender
dapat diperhitungkan pada tahun berikutnya.
(4) Biaya langsung minyak bumi dibebankan pada produksi minyak
bumi dan biaya langsung gas bumi dibebankan pada produksi gas bumi.
(5) Dalam hal terdapat biaya bersama minyak dan gas bumi, biaya
bersama dialokasikan sesuai proporsi nilai relatif hasil produksi.
(6) Dalam hal suatu lapangan atau wilayah kerja telah
menghasilkan satu jenis hasil produksi minyak bumi atau gas bumi, sementara
jenis produksi yang lainnya belum menghasilkan, biaya bersama sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dialokasikan secara adil berdasarkan kesepakatan antara
Badan Pelaksana dan kontraktor.
(7) Pengembalian biaya operasi untuk minyak bumi dilakukan hanya
terhadap lifting minyak bumi, sedangkan pengembalian biaya operasi untuk gas
bumi dilakukan hanya terhadap nilai penjualan gas bumi.
(8) Dalam hal pengembalian biaya operasi minyak bumi atau gas
bumi tidak mencukupi dari hasil produksinya atau nilai penjualannya,
ditentukan:
a. biaya operasi gas bumi yang melebihi nilai produksinya,
selisihnya dibebankan pada hasil produksi minyak bumi;
b. biaya operasi minyak bumi yang melebihi nilai produksinya,
selisihnya dibebankan pada nilai penjualan gas bumi.
BAB III
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENGHASILAN
Pasal 21
Penghasilan kontraktor untuk kontrak bagi hasil diakui
pada titik penyerahan.
Pasal 22
(1) Penghasilan dari kontrak kerja sama dalam bentuk penjualan
minyak bumi dinilai dengan menggunakan harga minyak mentah Indonesia.
(2) Metodologi dan formula dari harga minyak mentah Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan bersama oleh Menteri dan Menteri
Keuangan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penetapan metodologi dan formula
harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 23
(1) Penghasilan dari kontrak kerja sama dalam bentuk kontrak
penjualan gas bumi dihitung berdasarkan harga yang disepakati dalam kontrak
penjualan gas bumi.
(2) Dalam hal penjualan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan setelah gas bumi diperoleh melalui proses lebih lanjut yang
disetujui Menteri, penghasilan yang diakui dihitung berdasarkan hasil penjualan
yang diterima dikurangi komponen biaya penjualan.
BAB IV
PENGHITUNGAN BAGI HASIL
Pasal 24
(1) Dalam hal tidak terdapat FTP dan insentif investasi, equity
to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi biaya operasi yang dapat
dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(2) Dalam hal terdapat FTP tetapi tidak terdapat insentif
investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP
dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(3) Dalam hal terdapat FTP dan insentif investasi, equity to be
split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP dikurangi insentif investasi
dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(4) Dalam hal tidak terdapat FTP tetapi terdapat insentif
investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi insentif
investasi dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan.
(5) Insentif investasi dan biaya operasi yang dapat dikembalikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dikonversi menjadi:
a. minyak bumi, dengan harga rata-rata harga minyak mentah
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; atau
b. gas bumi, dengan harga yang disepakati dalam kontrak
penjualan gas bumi.
(6) Bagian kontraktor untuk kontrak kerja sama, dihitung
berdasarkan persentase bagian kontraktor sebelum pajak penghasilan yang
dinyatakan dalam kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to be split.
(7) Bagian Pemerintah untuk kontrak kerja sama dihitung
berdasarkan persentase bagian Pemerintah yang dinyatakan dalam kontrak kerja
sama dikalikan dengan equity to be split yang didalamnya belum termasuk pajak
penghasilan yang terutang oleh kontraktor.
(8) Kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO dengan menyerahkan
25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari produksi minyak bumi dan/atau gas
bumi yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
(9) Kontraktor mendapat imbalan DMO atas penyerahan minyak bumi
dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan harga yang
ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
Pasal 25
(1) Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor
untuk kontrak bagi hasil, dihitung berdasarkan penghasilan dalam rangka kontrak
bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dikurangi biaya bukan
modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi
biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya.
(2) Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), sisa
kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya
kontrak.
(3) Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor,
dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
di bidang pajak penghasilan.
(4) Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor yang
kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya peraturan Pemerintah ini, dihitung
berdasarkan tarif pajak perseroan atau pajak penghasilan pada saat kontrak
ditandatangani.
(5) Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau
ayat (4), terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Dalam hal kontraktor berbentuk badan hukum Indonesia,
penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi
pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperlakukan sebagai
deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diterbitkan surat
ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi setelah
dilakukan pemeriksaan pajak.
(8) Sebelum surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak
bumi dan gas bumi diterbitkan, dapat diterbitkan surat keterangan pembayaran
pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara.
(9) Ketentuan mengenai penerbitan surat ketetapan pembayaran
pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
(10) Kontraktor dibebaskan dari pemungutan bea masuk dan pajak
dalam rangka impor atas barang yang digunakan dalam operasi perminyakan pada
kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi.
(11) Ketentuan mengenai tata cara pembebasan bea masuk dan
pemungutan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi
kontraktor dalam rangka kontrak jasa, berdasarkan penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan
dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi seluruh biaya operasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 yang belum dikembalikan.
(2) Ketentuan mengenai jumlah maksimum pengurang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah imbalan yang diberikan oleh Pemerintah kepada
kontraktor diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), sisa
kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya
kontrak.
(4) Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor
berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan
dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang
pajak penghasilan.
(5) Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang
pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PENGHASILAN DI LUAR KONTRAK KERJA SAMA
Pasal 27
(1) Atas penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan
lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a dikenakan
pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari
jumlah bruto.
(2) Atas penghasilan kontraktor dari pengalihan participating
interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b dikenakan pajak
penghasilan yang bersifat final dengan tarif:
a. 5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan
participating interest selama masa eksplorasi; atau
b. 7% (tujuh persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan
participating interest selama masa eksploitasi.
(3) Pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, dikecualikan sepanjang untuk melakukan kewajiban pengalihan
participating interest sesuai kontrak kerja sama kepada perusahaan nasional
sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas
pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 28
Dalam rangka membagi risiko dalam masa eksplorasi,
pengalihan participating interest tidak termasuk penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b apabila memenuhi kriteria:
a. tidak
mengalihkan seluruh participating interest yang dimilikinya;
b. participating
interest telah dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun;
c. di
wilayah kerja telah dilakukan eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi); dan
d. pengalihan
participating interest tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
BAB VII
PEMBUKUAN KONTRAKTOR
Pasal 29
(1) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya.
(2) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia
dengan menggunakan huruf latin, angka arab, dan disusun dalam bahasa Indonesia
atau bahasa asing setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
(3) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas, sesuai
dengan pernyataan standar akuntansi keuangan, dan sesuai prinsip kontrak bagi
hasil.
(4) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
(5) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disediakan
di Indonesia selama biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 belum
dikembalikan.
Pasal 30
(1) Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan
besarnya biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu
minyak bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana.
(2) Sebelum menetapkan besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan
pemeriksaan.
(3) Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil
pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor
Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan perbedaan tersebut.
BAB VIII
KEWAJIBAN KONTRAKTOR DAN/ATAU OPERATOR
Pasal 31
(1) Setiap
kontraktor pada suatu wilayah kerja wajib:
a. mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak;
b. melaksanakan pembukuan;
c. menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan
(SPT Tahunan PPh);
d. membayar angsuran pajak dalam tahun berjalan untuk setiap
bulan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya, dan dihitung
atas penghasilan kena pajak dari lifting yang sebenarnya terjadi dalam suatu
bulan takwim;
e. memenuhi ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dalam hal terjadi pengalihan participating interest atau
pengalihan saham, kontraktor wajib melaporkan nilainya kepada Direktur Jenderal
Pajak.
(3) Dalam hal pengalihan participating interest, hak dan
kewajiban perpajakan beralih kepada kontraktor yang baru.
(4) Bentuk dan isi SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 32
(1) Setiap
operator pada suatu wilayah kerja wajib:
a. mendaftarkan kontrak kerja sama untuk memperoleh nomor pokok
wajib pajak yang berbeda dengan nomor pokok wajib pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a;
b. melakukan pemenuhan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan
pajak;
c. menyelenggarakan pembukuan untuk kegiatan operasi
perminyakan untuk wilayah kerja yang bersangkutan.
(2) Dalam hal terjadi pergantian operator, kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) beralih kepada operator yang baru.
Pasal 33
(1) Minyak bumi dan/atau gas bumi bagian pemerintah dari kontrak
bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dihitung berdasarkan volume
minyak bumi dan/atau gas bumi.
(2) Dalam hal Pemerintah membutuhkan minyak bumi dan/atau gas
bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pajak penghasilan
kontraktor dari kontrak bagi hasil, dapat berupa volume minyak bumi dan/atau
gas bumi dari bagian kontraktor.
(3) Ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara penyerahan
bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
(4) Ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara pembayaran Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat. (2) diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
BAB IX
KEWAJIBAN BADAN PELAKSANA
Pasal 34
(1) Badan Pelaksana wajib menerbitkan standar atau norma, jenis,
kategori, dan besaran biaya yang digunakan pada kegiatan operasi perminyakan
bersamaan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(2) Badan Pelaksana wajib menyampaikan laporan pembukuan mengenai
pelaksanaan pengembalian biaya operasi kepada Direktur Jenderal Pajak dan
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi secara periodik setiap tahun dan
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35
(1) Kontraktor harus melakukan transaksinya di Indonesia dan
menyelesaikan pembayarannya melalui sistem perbankan di Indonesia.
(2) Transaksi dan penyelesaian pembayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar Indonesia setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 36
(1) Menteri Keuangan dalam keadaan tertentu dapat menunjuk pihak
ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis setelah
berkoordinasi dengan Menteri.
(2) Penunjukan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengadaan barang dan jasa.
Pasal 37
Dalam hal terjadi perubahan bentuk hukum dan/atau
perubahan status domisili dan/atau pengalihan participating interest atau
kepemilikan saham dan/atau hal lain dari kontraktor yang mengakibatkan
perubahan perhitungan pajak penghasilan, besaran bagian penerimaan negara harus
tetap.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. Kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum
Peraturan Pemerintah ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan.
b. Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur secara
tegas dalam kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk
ketentuan mengenai:
1. besaran bagian penerimaan negara;
2. persyaratan biaya operasi yang dapat dikembalikan dan norma
pembebanan biaya operasi;
3. biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan;
4. penunjukan pihak ketiga yang independen untuk melakukan
verifikasi finansial dan teknis;
5. penerbitan surat ketetapan pajak penghasilan;
6. pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas
barang pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi;
7. pajak penghasilan kontraktor berupa volume minyak bumi
dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor; dan
8. penghasilan di luar kontrak kerja sama berupa uplift dan/atau
pengalihan participating interest,
dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan wajib
menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu minyak
bumi dan gas bumi yang dibuat atau diperpanjang setelah berlakunya Peraturan
Pemerintah ini wajib mematuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 20 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 139
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2010
TENTANG
BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU
MINYAK DAN GAS BUMI
I. UMUM
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat
(3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara termasuk minyak dan gas
bumi yang merupakan sumber daya alam strategis yang tak dapat diperbaharui.
Mengingat minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber penerimaan negara
yang penting, maka pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien dan seoptimal
mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.
Pengelolaan minyak dan gas bumi sampai saat ini
dilakukan melalui sistem kontrak bagi hasil yang juga dianut oleh kebanyakan
negara produsen minyak. Peraturan Pemerintah ini lebih menjamin penerimaan
negara yang berasal dari penghasilan kontrak bagi hasil atau penghasilan
lainnya menjadi lebih optimal, antara lain melalui:
a. biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan
sama dengan biaya yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah;
b. jenis, syarat, metode alokasi, dan batasan jumlah dari biaya
tersebut akan diatur secara seksama agar penerimaan negara lebih optimal dan
agar tercipta kepastian hukum;
c. pajak-pajak tidak langsung seperti pajak pertambahan nilai
(PPN), bea masuk, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak daerah dan retribusi
daerah yang selama ini menjadi beban Pemerintah diubah sehingga menjadi beban
bersama Pemerintah dan kontraktor dengan cara membukukan pembayaran pajak tidak
langsung tersebut sebagai komponen biaya;
d. kontraktor diwajibkan membayar sendiri pajak penghasilan
yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar skema
kontrak kerja sama.
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan penerapan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Dalam rangka optimalisasi penerimaan negara dari
kontrak-kontrak yang sudah ada, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 mengamanatkan
Pemerintah untuk menerbitkan peraturan yang mengatur mengenai Pengembalian
Biaya Operasi yang telah dikeluarkan kontraktor dalam rangka kontrak kerja
sama. Untuk itu, ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini juga
berlaku terhadap kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan beberapa ketentuan peralihan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu
minyak dan gas bumi, Pemerintah menyediakan sumber daya alamnya sedangkan
kontraktor wajib membawa modal dan teknologi. Konsekuensinya bahwa kontraktor
tidak diperkenankan membebankan biaya bunga maupun biaya royalti dan sejenisnya
ke dalam biaya operasi yang dapat dikembalikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Pada dasarnya seluruh pengeluaran atas barang dan
peralatan yang dibeli oleh kontraktor merupakan milik negara, sehingga
pengeluaran tersebut merupakan biaya operasi yang dapat dikembalikan oleh
Pemerintah kepada kontraktor berdasarkan harga perolehan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kaidah praktek bisnis yang baik
meliputi kaidah praktek bisnis yang umum berlaku dan wajar sesuai dengan etika
bisnis, sedangkan kaidah keteknikan yang baik meliputi:
a. memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. memproduksikan minyak dan gas bumi sesuai dengan kaidah
pengelolaan reservoar yang baik;
c. memproduksikan sumur minyak dan gas bumi dengan cara yang
tepat;
d. menggunakan teknologi perolehan minyak tingkat lanjut yang
tepat;
e. meningkatkan usaha peningkatan kemampuan reservoar untuk
mengalirkan fluida dengan teknik yang tepat; dan
f. memenuhi ketentuan standar peralatan yang dipersyaratkan.
Ayat (2)
Huruf a
Pengeluaran rutin antara lain pembayaran gaji, biaya
pemeliharaan, dan biaya pasca operasi pertambangan.
Huruf b
Pengeluaran proyek antara lain pembangunan fasilitas
produksi dan kegiatan survei seismik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Otorisasi pembelanjaan finansial adalah authorization
for expenditure (AFE).
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan varian harga atas lifting adalah
selisih harga yang terjadi karena perbedaan harga minyak mentah Indonesia
bulanan dengan harga minyak mentah Indonesia rata-rata tertimbang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengembangan wilayah kerja dalam ketentuan ini
meliputi ekstensifikasi dan intensifikasi.
Pasal 11
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah
sama dengan biaya yang akan dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor
dalam rangka kontrak kerja sama, demikian pula sebaliknya. Prinsip ini biasa
dikenal dengan nama uniformity principle.
Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini
merupakan biaya yang menjadi dasar dalam penghitungan bagi hasil dan
penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang termasuk biaya penyusutan antara lain berupa:
1. fasilitas
produksi;
2. gedung
kantor, gudang, perumahan;
3. mesin
dan peralatan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Termasuk dalam biaya pemindahan gas dari titik
produksi ke titik penyerahan adalah biaya untuk pemasaran.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun
pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha
atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan
kegiatan operasi perminyakan di lapangan yang berproduksi secara komersial di
wilayah kerja yang bersangkutan di Indonesia.
Dengan demikian, pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan dan/atau
untuk penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, tidak boleh
dibebankan sebagai biaya yang dapat dikembalikan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “biaya langsung kantor pusat yang
dibebankan ke proyek” adalah biaya yang terkait langsung dengan kegiatan
operasi perminyakan di Indonesia dengan syarat:
1. tidak dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri;
2. tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia; dan
3. tidak rutin.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Peraturan Menteri Keuangan paling sedikit mengatur
mengenai waktu pemberlakuan remunerasi.
Pasal 13
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Harta yang dihibahkan tidak boleh dibebankan sebagai
biaya karena harta tersebut merupakan milik negara.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Biaya yang terkait dengan merger dan akuisisi antara
lain:
a. biaya personal dan konsultan yang berkaitan dengan due
diligence;
b. biaya eksternal untuk press release, promosi, dan
penggantian logo perusahaan;
c. biaya yang terkait dengan separation program dan retention
program, biaya yang berkaitan dengan teknologi sistem informasi (sepanjang
sistem yang lama belum sepenuhnya didepresiasikan), biaya yang terkait dengan
perpindahan kantor, dan biaya yang timbul karena perubahan kebijakan tentang
proyek yang sedang berjalan.
Huruf o
Yang dimaksud dengan “bunga atas pinjaman” adalah
bunga atas pinjaman untuk membiayai operasi perminyakan.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Yang dimaksud dengan “kesalahan perencanaan” adalah
perbuatan kontraktor dalam menyusun rencana yang dapat dikategorikan sebagai
kelalaian berat atau perbuatan salah yang disengaja. Pengertian kelalaian berat
atau perbuatan salah yang disengaja adalah setiap tindakan yang disengaja atau
kecerobohan yang dilakukan oleh manajemen atau pejabat senior dari kontraktor
yang:
a. konsekuensi diketahui atau patut diketahui dapat
mengakibatkan terjadinya kerugian orang atau terancamnya keamanan atau
kepemilikan orang atau badan lain; atau
b. secara fatal melanggar standar kehati-hatian yang dalam
pengabaiannya atau ketidakpeduliannya yang fatal mengakibatkan konsekuensi yang
merugikan.
Huruf s
Yang dimaksud dengan “kelalaian kontraktor” adalah
kelalaian berat (gross negligance) atau perbuatan salah yang disengaja (willful
misconduct).
Sebagian biaya konstruksi fasilitas produksi/peralatan
yang tidak dapat dibebankan menjadi biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan
dalam hal:
a. tidak dapat membuktikan bahwa kapasitas fasilitas produksi
memenuhi target yang disepakati sehingga pembebanan hanya dapat dibebankan
proporsional terhadap kapasitas terbukti;
b. tidak dapat membuktikan bahwa unjuk kerja fasilitas produksi
memenuhi kriteria yang ditetapkan sehingga pembebanan hanya dapat dilakukan
proporsional terhadap unjuk kerja terbukti.
c. pada masa konstruksi terjadi perbaikan atau pembuatan
ulang/penggantian seluruh dan/atau sebagian fasilitas produksi yang termasuk
dalam pertanggungan asuransi construction all risk;
d. pada masa garansi terjadi kerusakan akibat kesalahan
fabrikasi/manufacturing, maka biaya perbaikan ataupun penggantian menjadi
tanggung jawab kontraktor penyedia barang/jasa.
Huruf t
Angka 1
Yang dimaksud dengan “transaksi yang merugikan negara”
adalah transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sehingga menimbulkan kerugian bagi negara seperti pengadaan
barang dan jasa yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dan
lain-lain.
Angka 2
Yang dimaksud dengan tidak melalui proses tender dalam
ketentuan ini adalah seluruh pengadaan barang dan jasa wajib melalui proses
tender sesuai kebutuhan yang berlaku, namun untuk pengadaan barang dan jasa
untuk keperluan darurat dapat tidak melalui proses tender.
Angka 3
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Huruf w
Cukup jelas.
Huruf x
Dalam hal adanya kepentingan nasional yang mendesak,
antara lain kelangsungan produksi, percepatan peningkatan produksi minyak
dan/atau gas bumi yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara,
dapat dilakukan pengecualian terhadap ketentuan ini.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan penghasilan tambahan yang berasal
dari hasil penjualan produk sampingan antara lain penjualan belerang dan
penjualan kapasitas lebih dari tenaga listrik.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “placed into service” adalah saat
dimulainya suatu harta berwujud digunakan dan telah memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Badan Pelaksana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tahun pajak” adalah tahun
kalender.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kebijakan” adalah antara lain
dalam rangka pengembalian biaya yang didasarkan atas keekonomian lapangan atau
beberapa lapangan dalam usulan satu rencana pengembangan lapangan (POD basis)
atau pengembangan lapangan yang didasarkan atas keekonomian dalam satu lapangan
(field basis) atau pengembangan lapangan yang didasarkan atas keekonomian satu
sumur atau beberapa sumur dengan tidak membangun fasilitas produksi sendiri
(put on production).
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “biaya operasi yang belum dapat
dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya” adalah bagian dari saldo biaya
operasi yang belum dapat dikembalikan pada awal tahun, sehingga dapat
dikembalikan pada tahun berjalan sesuai dengan pola bagi hasil.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 21
Yang dimaksud dengan “titik penyerahan” adalah titik
terjadinya pengalihan hak kepemilikan (transfer of title) minyak bumi dan/atau
gas bumi dari Pemerintah kepada kontraktor.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “harga minyak mentah Indonesia”
adalah harga minyak mentah yang ditetapkan oleh Menteri secara periodik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “komponen biaya penjualan” adalah
biaya yang berkaitan dengan kegiatan pemrosesan lebih lanjut gas sampai dengan
penjualannya antara lain biaya pinjaman pembangunan kilang, biaya operasi
kilang, transportasi, dan biaya pemasaran.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tarif pajak” sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini
adalah pemberlakuan tarif pajak sesuai besaran tarif pajak yang dipilih oleh
kontraktor yaitu tarif pajak yang berlaku pada saat kontrak kerja sama
ditandatangani atau tarif pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan yang berlaku dan dapat berubah setiap saat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “surat ketetapan pembayaran pajak
penghasilan minyak bumi dan gas bumi” adalah surat ketetapan pajak yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah dilakukan pemeriksaan.
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan “surat ketetapan pembayaran pajak
penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara” adalah surat ketetapan pajak
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan
yang kegunaannya antara lain untuk kepentingan internal manajemen kantor pusat.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Participating
interest dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Jika interest pada suatu wilayah kerja dimiliki oleh
kontraktor A, kontraktor B, dan kontraktor C kemudian interest kontraktor A
dialihkan kepada kontraktor D, maka kewajiban perpajakan atas interest tersebut
menjadi kewajiban kontraktor D sejak pengalihan interest tersebut berlaku
efektif.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Jika kontraktor A telah menandatangani kontrak kerja
sama minyak dan gas bumi dengan Pemerintah pada wilayah kerja X, maka
kontraktor A yang juga bertindak selaku operator wajib mendaftarkan wilayah
kerja tersebut untuk memperoleh NPWP yang berbeda dengan NPWP kontraktor itu
sendiri.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jika kontraktor B menjadi operator menggantikan
kontraktor A, maka kewajiban beralih kepada kontraktor B sejak pengalihan
operator tersebut berlaku efektif.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “standar atau norma, jenis,
kategori, dan besaran biaya” adalah suatu ukuran baik kualitatif dan/atau
kuantitatif yang merupakan suatu rentang nilai yang mewakili kondisi keteknikan
dan kewajaran unsur biaya barang dan jasa yang digunakan sebagai pembanding
dalam proses persetujuan rencana kerja dan anggaran serta otorisasi
pembelanjaan finansial.
Pembebanan biaya operasi didasarkan pada realisasi
biaya yang dikeluarkan berdasarkan proses pengadaan barang dan jasa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar atau norma, jenis, kategori,
dan besaran biaya tersebut akan dievaluasi sesuai dengan keperluan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah musibah
karena alam yang menimbulkan potensi kerugian negara berupa penurunan
penerimaan dan/atau kerugian pada aset negara pada kegiatan eksplorasi dan/atau
eksploitasi minyak bumi dan/atau gas bumi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 37
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga besaran
penerimaan negara (jumlah pajak dan penerimaan negara bukan pajak) tidak
mengalami perubahan sesuai dengan besaran penerimaan negara sebagaimana
tercantum dalam kontrak kerja sama.
Pasal 38
huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5173
0 komentar:
Posting Komentar